- Back to Home »
- Kelompok Tani , Permasalahan petani »
- Pentingnya Paguyuban
Posted by : Dicky
Minggu, 10 November 2002
"Alhamdulillah... panen hari ini lumayan banyak, semoga harga sudah stabil lagi". Dedy bergumam sendiri sambil melihat hasil panen jamurnya. Segera iya meraih hanphone jadulnya, "tut tat tit tut tit tit tut... Assalamu'alaikum, halo kang. Piye, saya bisa kirim jamurnya sekarang? Lho, lha koq cuma segitu harganya?! Walah-walah... yo rugi kang petani kaya' aku gini. Masa uda seminggu ini harganya g karu-karuan gini, piye to iki?!! Ya uda kang, tak pikir-pikir dulu. Makasih kang. Wa'alaikumsalam..."
Ini adalah salah satu contoh umum yang terjadi pada petani jamur tiram putih. Minggu ini adalah minggu yang berat bagi para petani jamur tiram putih seperti Dedy. Pemasaran jamur agak drop dan harga yang selalu di permainkan seiring dengan banyaknya jamur tiram putih di pasaran. Kebanyakan petani jamur yang tidak/belum memiliki jaringan pemasaran sendiri agak kesulitan menjual jamur tiramnya. Sebenarnya di sini terdapat dua kondisi yang cukup kontras yang harus bisa diatasi yaitu :
- Konsumen tidak memperoleh informasi yang cukup jika ingin mendapatkan jamur tiram putih dari petani
- Sedangkan petani sendiri seringkali hanya mengandalkan pasar tradisional untuk menjual produknya.
Akibatnya karena hasil panen jamur tiram menyerbu semua ke pasar, pemasaran bisa menjadi jenuh dan menjatuhkan harga jual jamur tiram. Di lain sisi, menurut beberapa informasi konsumen dan survey pasar yang kami terima, ternyata harga jamur tiram di Konsumen tetap di harga yang stabil. Ini mengindikasikan harga jamur 'dipermainkan' oleh para tengkulak yang tidak mau rugi dengan sisa jamur yang tidak terjual ke konsumen. Memang sudah cerita lama jika petani selalu 'kalah' dengan tengkulak. Jika harga jatuh, selalu petani yang dirugikan. Sedangkan kebanyakan pedagang akhirnya tidak mau menanggung resiko jamur sisa sehingga menerapkan sistim titip kepada petani yang pasti sangat merugikan petani. Yang mana jika terdapat sisa barang, dikembalikan kepada petani.
Salah satu solusi untuk mengatasi hal seperti ini sebenarnya dengan di bentuknya semacam paguyuban petani jamur tiram yang saling memberikan informasi pemasaran yang tepat dan efektif sehingga terbentuk sebuah rantai pasar. Dengan begitu permasalahan seperti pasar mana saja yang sudah jenuh karena banyaknya petani yang menyetorkan hasil panennya dan pasar mana yang masih kurang pasokan. Selain itu paguyuban juga berfungsi untuk saling bertukar informasi penjualan. Karena ternyata seringkali di satu sisi ada petani yang kesulitan menjual, tetapi di sisi lain ada juga petani yang kekurangan jamur tiram untuk memenuhi order permintaan jamur tiram. Jika para petani jamur tiram mau untuk bersatu dan juga menstabilkan harga, Insya ALLAH walaupun tidak semua masalah bisa diatasi, tapi paling tidak ada tempat untuk saling sharing informasi dan bertukar pikiran.
Kami sendiri walaupun memiliki produksi jamur tiram putih sendiri, terkadang juga mengambil dan membeli dari petani lain yang kesulitan dalam penjualan jamur tiram putihnya, tetapi ada kriteria dan harus kita seleksi agar kualitas jamur oke. Order pesanan jamur tiram yang ada pada kami yang selalunya diatas 30kg/hari seringkali kita ambilkan dari petani lain yang kesulitan penjualannya. Dan jumlah itu memang bisa dipenuhi oleh petani yang memiliki kapasitas baglog di atas 5000 baglog. Namun untuk petani yang hanya merawat 500-2000 baglog, biasanya agak kesulitan melakukan penjualan jika produksi jamur tiram sudah menurun. Bayangkan saja, jika merawat sekitar 1000 baglog, ada kalanya hasil panen hanya 2-5kg saja. Dengan nilai itu, tentunya jika hasilnya dijual sendiri, akan memakan biaya operasional yang besar. Hal ini bisa diatasi jika petani tersebut ikut dalam suatu jaringan pemasaran tertentu, misalnya dalam Kelompok Tani/Paguyuban jamur tiram.